Kabarkalimantan.id — Warga Kota Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat mengeluhkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di kios pengecer yang kini tembus Rp14 ribu per liter. Bahkan, ada yang menjual dengan harga yang lebih tinggi, mencapai Rp15 ribu per liter. Kondisi ini membuat masyarakat merasa semakin terbebani, mengingat harga yang ditetapkan di SPBU jauh lebih murah, tetapi sering kali stok pertalite di sana cepat habis. Sementara itu, di kios pengecer, pasokan BBM tersebut selalu ada meskipun dengan harga yang jauh lebih mahal.
“Kami sebagai masyarakat sangat kecewa. Rata-rata di SPBU, minyak pertalite cepat habis, tetapi di kios pengecer selalu ada dengan harga yang mahal, jadi apa yang sebenarnya terjadi?” kata Suandi, salah satu warga Kota Putussibau, kepada ANTARA, di Putussibau, Kapuas Hulu, Kamis (09/01). Suandi mengungkapkan kekesalannya terhadap situasi ini, di mana meskipun SPBU sudah dibuka sejak pukul 07.30 WIB, namun dalam waktu singkat, stok pertalite di SPBU habis. Hal ini membuat masyarakat terpaksa beralih membeli BBM di kios pengecer dengan harga yang lebih tinggi.
Ia mengeluhkan pelayanan dari pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) di Kota Putussibau yang seolah lebih mengutamakan sekelompok pengecer yang mengantre. Akibatnya, masyarakat umum merasa tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan BBM secara langsung di SPBU, padahal mereka juga berhak mendapatkan harga yang lebih terjangkau. Menurutnya, pengecer yang membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali di kios mereka sudah jelas akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar karena perbedaan harga yang cukup signifikan dibandingkan dengan harga yang ditawarkan di SPBU.
“Bagaimana tidak, sejumlah SPBU atau pun APMS yang buka sekitar pukul 07.30 WIB, biasanya hingga pukul 10.00 WIB minyak pertalite sudah habis. Setelah itu, kami terpaksa membeli di kios dengan harga mahal. Biasanya masih Rp12 ribu hingga Rp13 ribu per liter, namun beberapa hari ini sudah Rp14 ribu, bahkan ada yang jual Rp15 ribu per liter,” keluh Suandi. Ia menjelaskan bahwa harga pertalite yang semakin mahal membuat kehidupan sehari-hari semakin sulit, mengingat bahan bakar ini digunakan oleh banyak orang, baik untuk kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Suandi berharap pemerintah dapat segera turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini, agar harga BBM jenis pertalite tidak semakin mahal dan langka. Dia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap distribusi dan penjualan BBM di kios pengecer, agar tidak terjadi penyelewengan dan permainan harga. Seharusnya, BBM yang dijual di kios pengecer tidak boleh jauh berbeda dengan harga yang ditawarkan di SPBU, terutama jika pasokan dari distributor mencukupi.
Selain itu, Suandi juga mengusulkan agar pemerintah melakukan pengecekan lebih lanjut terhadap praktik pengecer yang menjual BBM dengan harga yang sangat tinggi. Ia berharap agar pemerintah daerah bersama dengan pihak berwenang lainnya bisa mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini, misalnya dengan memperbanyak jumlah SPBU atau memastikan bahwa pasokan pertalite sampai ke tangan konsumen dengan harga yang wajar.
Kondisi seperti ini, menurut Suandi, sudah cukup mengganggu masyarakat yang bergantung pada pertalite sebagai bahan bakar utama kendaraan mereka. Masyarakat merasa tertekan dengan tingginya harga BBM di kios pengecer, apalagi mereka yang memiliki kendaraan sehari-hari yang memerlukan konsumsi bahan bakar yang cukup banyak.
Banyak warga juga merasa bahwa keberadaan kios pengecer yang selalu ada pasokan pertalite, meskipun dengan harga tinggi, mengindikasikan adanya masalah dalam distribusi atau kemungkinan adanya kelangkaan yang tidak seharusnya terjadi. Masyarakat berharap pihak berwenang dapat memberikan solusi yang lebih baik dan cepat untuk memastikan bahwa harga BBM tetap terjangkau bagi seluruh masyarakat, tanpa adanya praktik yang merugikan konsumen.
Ia berharap pemerintah daerah bersama pemerintah pusat dapat lebih intensif dalam melakukan pemantauan distribusi dan penyaluran BBM di wilayah terpencil seperti Kapuas Hulu, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Terlebih lagi, tingginya harga bahan bakar tentu berdampak pada perekonomian masyarakat setempat yang sudah cukup terbebani oleh harga-harga kebutuhan lainnya yang terus meningkat.