Prof. Dr. Aminuddin: Literasi Digital Kunci Cegah Eksploitasi Online

(ANTARA)

Kabarkalimantan.id — Seorang Guru Besar Universiti Putra Malaysia (UPM) yang juga dosen Fakultas Studi Pendidikan, Prof. Dr. Aminuddin Hassan, menyoroti pentingnya literasi digital yang positif sebagai salah satu cara mencegah eksploitasi seksual online yang sering menimpa anak-anak dan remaja. Hal ini disampaikan Aminuddin dalam acara Opening Ceremony Kongres FKM BPI/BKI VIII se-Indonesia dan seminar internasional yang digelar oleh Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah UIN Sulthan Saifuddin Jambi, Kamis.

Dalam pemaparannya, Aminuddin menjelaskan bahwa literasi digital tidak hanya soal kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana memahami, mengelola, dan menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Dengan meningkatkan literasi digital, anak-anak dan remaja dapat lebih memahami risiko yang ada di dunia digital dan mampu melindungi diri mereka dari ancaman eksploitasi seksual, seperti grooming online, sextortion (pemerasan seksual), dan penyebaran konten tanpa izin.

Aminuddin menegaskan bahwa pendidikan seksual merupakan langkah strategis yang perlu diterapkan sejak dini. Pendidikan ini membantu individu memahami hak-hak mereka, termasuk hak atas persetujuan, privasi, perlindungan tubuh, dan data pribadi. Pendidikan seksual tidak hanya memberikan informasi tentang aspek biologis, tetapi juga mengajarkan pentingnya menjaga batasan diri dan menghargai hak-hak orang lain, baik dalam ruang nyata maupun digital.

Menurutnya, pendidikan seksual yang komprehensif juga mampu mencegah penyebaran konten eksplisit tanpa persetujuan dan penyalahgunaan digital lainnya. Dengan pengetahuan ini, anak-anak dan remaja dapat lebih percaya diri dalam menolak permintaan yang tidak pantas serta memahami konsekuensi dari tindakan tertentu, baik secara hukum maupun sosial.

Melalui pendekatan ini, pendidikan seksual menjadi alat penting dalam memerangi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Hal ini meliputi pelecehan seksual, ancaman digital, hingga pemerasan yang semakin marak di era digital. Aminuddin juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat untuk menyebarkan kesadaran dan melindungi hak asasi setiap individu dari ancaman kekerasan digital.

Dalam acara yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Anak Kota Jambi (DPMPPA), Noverintiwi Dewanti, memaparkan situasi terkini terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Kota Jambi. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) hingga 31 Oktober 2024, sebanyak 25 persen kasus TPPO di Kota Jambi berawal dari perkenalan online. Dari total kasus yang dilaporkan, tercatat ada 22 kasus yang berkaitan langsung dengan perdagangan manusia.

Noverintiwi mengungkapkan bahwa kelompok usia yang paling rentan terhadap kasus TPPO adalah remaja dan dewasa muda, khususnya mereka yang berusia antara 16 hingga 25 tahun. Kelompok usia ini sering kali menjadi target utama pelaku TPPO karena kurangnya kesadaran dan pengalaman dalam mengidentifikasi ancaman di dunia digital.

Menanggapi tingginya kasus TPPO di Kota Jambi, DPMPPA terus berupaya meningkatkan sosialisasi di masyarakat. Sosialisasi dilakukan melalui berbagai platform, termasuk sekolah, komunitas, dan organisasi masyarakat. Fokus utama dari sosialisasi ini adalah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melaporkan kasus kekerasan, baik yang terjadi di dunia nyata maupun online.

Noverintiwi menjelaskan bahwa salah satu tantangan besar dalam penanganan kasus kekerasan adalah korban yang enggan melapor karena merasa malu, takut, atau tidak percaya bahwa laporannya akan ditindaklanjuti. Untuk itu, DPMPPA berkomitmen menyediakan lingkungan yang aman dan ramah bagi korban untuk berbicara dan melaporkan kasus mereka. “Dengan cara sosialisasi ke sekolah dan berbagai kesempatan, DPMPPA berusaha membangun kepedulian dan memfasilitasi pelaporan kasus kekerasan,” kata Noverintiwi.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah Kota Jambi saat ini memperkuat program-program perlindungan anak yang bertujuan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam memberikan pendidikan dan pemahaman tentang bahaya eksploitasi seksual serta perdagangan manusia. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah mengadakan pelatihan dan workshop untuk guru, orang tua, dan tokoh masyarakat agar mereka dapat mengenali tanda-tanda awal eksploitasi dan segera mengambil langkah pencegahan.

Prof. Aminuddin dan Noverintiwi sepakat bahwa keberhasilan dalam mencegah eksploitasi seksual online dan TPPO sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, institusi pendidikan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat harus saling mendukung untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak dan remaja, baik secara fisik maupun digital.

Langkah kolaboratif ini juga melibatkan peningkatan regulasi terkait keamanan digital, seperti perlindungan data pribadi dan pengawasan terhadap platform media sosial yang sering digunakan sebagai sarana eksploitasi. Selain itu, pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai moral dan empati juga menjadi elemen penting dalam membangun generasi muda yang kuat dan mampu menghadapi tantangan di era digital.