Kabarkalimantan.id — Sejumlah daerah di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan tanah clay shale dengan daya dukung sangat rendah. Tanah jenis ini, meskipun memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam berbagai aspek pembangunan, juga membawa tantangan besar yang harus diatasi dengan hati-hati. Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menjelaskan bahwa tanah clay shale yang ditemukan di IKN memerlukan penanganan khusus agar menjadi lebih kuat dan stabil untuk mendukung berbagai infrastruktur yang akan dibangun di kawasan tersebut.
Otorita IKN sendiri saat ini sedang memanfaatkan kawasan dengan tekstur tanah clay shale ini untuk kawasan konservasi sumber daya air (SDA). Dengan memanfaatkan tanah tersebut secara bijak, Otorita IKN berharap dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu langkah yang sudah dilakukan adalah pembangunan embung-embung di berbagai lokasi di IKN. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menginisiasi pembangunan embung untuk konservasi air, yang bertujuan untuk menampung air limpasan dan menjaga cadangan air di kawasan IKN.
“Sebanyak 60 embung telah dibangun di sana. Embung-embung ini dibangun di berbagai titik, mulai dari area riparian hingga daerah yang berfungsi menampung air limpasan atau run-off. Kami sangat memperhatikan kondisi tanah dan kondisi konservasi sumber daya air di IKN untuk memastikan pembangunan berjalan secara berkelanjutan,” ujar Basuki dalam kunjungannya ke Yogyakarta beberapa waktu lalu. Embung-embung ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kestabilan lingkungan serta pasokan air di kawasan yang tanahnya memiliki daya dukung rendah, seperti yang ada di kawasan IKN.
Kondisi tanah clay shale yang ada di IKN ini sebelumnya sudah dibahas oleh sejumlah ahli geologi dalam diskusi-diskusi yang diadakan sebelum dimulainya proyek pembangunan IKN. Menurut para ahli geologi, tanah clay shale di kawasan IKN memang memiliki karakteristik yang unik. Tanah ini sangat keras dalam keadaan tertutup, namun ketika terpapar udara dan air, tanah tersebut dapat berubah menjadi lapuk dan rapuh. Selain itu, tanah clay shale sangat tidak stabil jika berada di lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi, yang merupakan tantangan besar dalam pembangunan infrastruktur. Tanah yang lapuk dan mudah tererosi ini dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti longsor, pergeseran tanah, dan kerusakan pada bangunan atau fasilitas yang dibangun di atasnya.
Selain masalah kestabilan tanah, tanah clay shale juga dikenal memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Kondisi ini menjadi tantangan besar dalam upaya restorasi hutan dan pengembangan kawasan budidaya pangan di sekitar IKN. Tanah yang kurang subur dapat menyulitkan proses rehabilitasi lingkungan dan pertanian yang menjadi bagian dari pembangunan kawasan IKN yang lebih berkelanjutan. Meskipun demikian, tantangan-tantangan ini juga bisa diubah menjadi peluang bagi para ahli biologi dan ilmuwan lingkungan di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan IKN. Menurut Koordinator Tim Ahli Tim Transisi Otorita Ibu Kota Negara, Wicaksono Sarosa, tantangan yang dihadapi ini harus dijawab dengan inovasi dan pengetahuan ilmiah yang mumpuni.
“Tantangan-tantangan ini perlu dijawab sekaligus menjadi peluang bagi para ahli biologi di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan IKN. Mereka dapat menemukan solusi-solusi berbasis ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi masalah tanah clay shale ini dan mendukung keberlanjutan ekosistem di kawasan IKN,” ujar Wicaksono. Dalam hal ini, disiplin ilmu biologi menjadi sangat penting untuk mengawal pembangunan IKN yang ramah lingkungan, menjaga kelestarian alam, dan mendukung kehidupan masyarakat sekitar. Para ahli biologi dan ilmuwan lingkungan diharapkan dapat membantu menciptakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih efektif dalam pengelolaan tanah dan sumber daya alam di kawasan IKN, sehingga pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek infrastruktur, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.
Seiring dengan perkembangan pembangunan IKN, penanganan tanah clay shale yang lebih baik dan upaya konservasi yang tepat menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini juga akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat yang akan tinggal dan bekerja di IKN di masa depan. Oleh karena itu, kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu, termasuk geologi, biologi, dan teknik sipil, akan sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan besar yang ada di kawasan IKN. Para ahli dan pemangku kepentingan diharapkan dapat bekerja sama untuk menciptakan solusi-solusi terbaik bagi pembangunan IKN yang lebih hijau, efisien, dan berkelanjutan.