Kabarkalimantan.id — Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, mengajukan permintaan anggaran tambahan sebesar Rp60,6 triliun untuk tahun 2025. Anggaran besar ini direncanakan untuk mendanai berbagai proyek strategis, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan infrastruktur di Papua, yang tengah mengalami pemekaran provinsi. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan, namun besarnya alokasi anggaran menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai efektivitas dan keberlanjutan pembiayaan negara, terutama dalam konteks anggaran terbatas yang harus mencakup banyak sektor lainnya.
Sebagian besar dari anggaran tambahan ini, yakni Rp14,87 triliun, akan dialokasikan untuk melanjutkan pembangunan IKN. Menurut Dody, dana tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan proyek yang sudah dimulai, bukan untuk kegiatan baru. Dengan alokasi ini, pemerintah berencana untuk terus mengejar penyelesaian proyek besar yang menjadi simbol pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Pemerintah ingin memastikan bahwa proyek yang sudah dimulai tidak terhenti dan dapat diselesaikan tepat waktu.
Dari total anggaran untuk IKN, sebesar Rp9,9 triliun akan dialokasikan untuk pembangunan jalan di dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) serta duplikasi Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek. Pembangunan jalan ini diharapkan dapat mendukung kelancaran akses menuju pusat pemerintahan, yang menjadi bagian penting dari pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Selain itu, sekitar Rp4,96 triliun akan digunakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk pembangunan infrastruktur dasar, seperti sanitasi dan gedung kantor pemerintahan, termasuk kantor Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN). Proyek-proyek ini direncanakan untuk mempercepat proses pemindahan serta memastikan pemerintahan dapat berjalan dengan efisien dan efektif di ibu kota baru.
Namun, proyek IKN tidak lepas dari kontroversi. Banyak pihak yang mengkritik besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pemindahan ibu kota, terutama di tengah keterbatasan anggaran negara yang harus menangani masalah-masalah sosial dan ekonomi lain yang lebih mendesak. Banyak pihak mempertanyakan apakah pemindahan ibu kota adalah prioritas yang tepat, mengingat banyaknya tantangan di sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan yang belum sepenuhnya teratasi. Selain itu, dampak jangka panjang dari pemindahan ibu kota ini belum sepenuhnya terlihat, yang menambah keraguan terhadap efektivitas investasi besar yang digelontorkan.
Selain IKN, pemerintah juga mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp4 triliun untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Papua. Alokasi ini, menurut Dody, sangat penting untuk mendukung pemekaran provinsi yang sedang berlangsung di wilayah tersebut. Sebanyak Rp845 miliar dari anggaran ini akan digunakan untuk pembangunan jalan nasional menuju Kawasan Pemerintahan Provinsi di Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Dengan pengembangan infrastruktur yang lebih baik, diharapkan konektivitas antar wilayah di Papua dapat meningkat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di wilayah timur Indonesia.
Sementara itu, sekitar Rp3,1 triliun akan digunakan untuk pembangunan gedung DPRD, gedung gubernur, serta sistem penyediaan air minum dan sanitasi. Pembangunan fasilitas dasar ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua, yang selama ini tertinggal dalam banyak aspek pembangunan. Namun, besarnya alokasi ini dirasa belum cukup untuk mengatasi ketertinggalan pembangunan yang selama ini terjadi di Papua. Tantangan geografis dan sosial yang dihadapi wilayah ini membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik semata.
Selain itu, banyak pihak mempertanyakan apakah proyek-proyek infrastruktur ini akan benar-benar menjawab masalah utama yang dihadapi masyarakat Papua, seperti kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, dan ketimpangan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa anggaran yang digelontorkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat, bukan hanya menjadi proyek yang menguntungkan pihak tertentu.
Selain anggaran untuk IKN dan Papua, Menteri PU juga mengajukan tambahan dana sebesar Rp28,55 triliun untuk melaksanakan instruksi presiden (Inpres) yang mencakup proyek-proyek strategis lainnya. Di antaranya adalah pembangunan jalan daerah, irigasi, penyediaan air minum dan air limbah, serta infrastruktur lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah-daerah terpencil. Proyek-proyek yang terkait dengan Inpres ini sangat penting untuk mendorong pembangunan di luar wilayah IKN dan Papua, serta memastikan bahwa seluruh wilayah Indonesia dapat menikmati kemajuan yang merata.
Namun, proyek-proyek yang terkait dengan Inpres ini seringkali menghadapi masalah birokrasi dan pengelolaan yang buruk, yang mengakibatkan keterlambatan dan pemborosan anggaran. Proses perencanaan yang tidak matang, serta koordinasi yang kurang baik antar instansi, seringkali menjadi hambatan dalam pelaksanaan proyek-proyek ini. Oleh karena itu, untuk memastikan keberhasilan proyek-proyek ini, dibutuhkan pengawasan yang ketat dan mekanisme yang jelas dalam pengelolaan dana agar anggaran yang besar dapat digunakan dengan efisien dan efektif.
Tahun 2025, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp110,9 triliun, sementara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang baru dipisah akan menerima anggaran sebesar Rp5,27 triliun. Pembagian anggaran yang cukup besar ini menunjukkan adanya penekanan terhadap pembangunan infrastruktur, tetapi hal ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas yang harus diambil. Anggaran yang besar untuk proyek-proyek besar seperti IKN dan Papua harus dipertimbangkan dengan hati-hati, mengingat utang negara yang semakin menumpuk.