Dinkes KB Singkawang Siapkan Langkah Konvergensi untuk Turunkan Stunting

(ANTARA).

Kabarkalimantan.id — Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes KB) Kota Singkawang sedang menyusun rencana percepatan penurunan stunting yang tidak hanya berfokus pada penanganan balita stunting melalui intervensi intensif, tetapi juga berupaya mencegahnya melalui intervensi spesifik terhadap keluarga yang berisiko stunting. Langkah ini bertujuan untuk memutus mata rantai stunting sejak awal sebelum terjadi pada anak-anak.

“Sasaran yang akan diintervensi tahun depan (2025) adalah keluarga berisiko stunting atau yang kami sebut sebagai intervensi spesifik terhadap hulu masalah stunting ini, guna mencegah sebuah keluarga melahirkan balita stunting,” kata Sekretaris Dinkes KB Kota Singkawang, Mursalin, di Singkawang pada Senin (18/11).

Pernyataan tersebut disampaikan terkait adanya pendataan terhadap 15 ribu keluarga yang berisiko stunting di kota tersebut. Dari data tersebut, pihak Dinkes KB akan melakukan verifikasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing keluarga. Data hasil verifikasi akan disampaikan kepada pihak kecamatan, kelurahan, serta organisasi perangkat daerah (OPD) atau lembaga terkait untuk ditindaklanjuti sesuai tugas dan fungsi mereka.

“Data itu akan kami verifikasi lagi sesuai jenis permasalahan yang dihadapi, selanjutnya akan kami sampaikan kepada pihak kecamatan, kelurahan, dan OPD terkait sesuai tupoksi masing-masing,” jelasnya.

Sebagai contoh, jika permasalahan yang ditemukan adalah jamban atau sanitasi yang tidak layak, maka pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang akan menanganinya. Jika masalahnya berkaitan dengan air bersih, maka urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Menurut Mursalin, keluarga berisiko stunting di antaranya adalah pasangan usia subur (PUS) yang berusia antara 15-49 tahun. Pasangan ini berisiko melahirkan anak stunting apabila terdapat kondisi seperti istri yang terlalu muda atau terlalu tua, memiliki terlalu banyak anak, dan jarak kelahiran anak yang terlalu rapat.

“Keluarga berisiko stunting adalah mereka yang masuk kategori pasangan usia subur (PUS), yaitu berusia 15-49 tahun. Di dalam keluarga tersebut terdapat kondisi yang disebut 4 Ter, yaitu istri terlalu muda, istri terlalu tua, anak terlalu banyak, dan jarak kelahiran terlalu rapat,” tambahnya.

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan keluarga berisiko stunting adalah sanitasi yang buruk, ketersediaan air bersih yang kurang memadai, serta status ekonomi keluarga yang masuk dalam peringkat kesejahteraan 1-4 atau berpenghasilan rendah.

“Ini sangat berisiko melahirkan anak stunting. Tidak hanya pasangan usia dini yang berisiko melahirkan anak stunting, keluarga dengan sanitasi buruk, kurangnya akses terhadap air bersih, serta keluarga berpenghasilan rendah juga termasuk dalam kategori risiko tinggi,” katanya.

Dinkes KB juga akan fokus pada 11 program intervensi spesifik yang menyasar remaja putri dan ibu hamil, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Program ini meliputi konsumsi tablet tambah darah dan skrining anemia untuk remaja putri, pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang balita, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan protein hewani, tatalaksana balita dengan masalah gizi, cakupan imunisasi, serta edukasi rutin bagi remaja putri, ibu hamil, dan keluarga balita.

Secara terpisah, Penjabat Wali Kota Singkawang, Sumastro, menekankan bahwa percepatan penurunan prevalensi stunting memerlukan komitmen yang kuat dan kolaborasi dari berbagai pihak. Ia menegaskan pentingnya memastikan konvergensi antarprogram hingga ke tingkat kelurahan.

“Upaya-upaya kita harus menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi keluarga yang berpotensi mengalami stunting,” ujarnya.

Sumastro juga mengimbau agar edukasi kepada masyarakat lebih digiatkan, dimulai dari calon pengantin hingga masyarakat umum, untuk menjaga gizi anak-anak mereka. Ia juga mendorong masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah sebagai sumber pangan bergizi.

“Mengedukasi masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan guna menghasilkan pangan bergizi tanpa harus membeli sangat penting. Banyak orang tua yang kurang memahami takaran gizi anak mereka, sering kali memberi makanan ringan yang tidak sehat kepada anak-anaknya,” tambahnya.

Dalam strategi penurunan stunting ini, edukasi menjadi kunci penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga gizi dan kesehatan keluarga. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang sehat, cerdas, dan mampu bersaing di masa depan.

Dengan pendekatan berbasis kolaborasi dan intervensi yang komprehensif, Dinkes KB Singkawang berharap dapat menurunkan angka prevalensi stunting secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Harapan ini didukung oleh komitmen semua pihak, termasuk pemerintah daerah, OPD, sektor swasta, dan masyarakat.