Kabarkalimantan.id — Badan Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Kalimantan Barat terus memperketat pengawasan untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya penyakit demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) ke wilayah Indonesia, khususnya di perbatasan Indonesia-Malaysia. Langkah ini diambil mengingat tingginya risiko penyebaran ASF yang mengancam sektor peternakan babi, terutama di wilayah perbatasan yang langsung berbatasan dengan Sarawak, Malaysia, di mana wabah ASF sudah terjadi.
“Resiko masuknya penyakit ASF itu ke perbatasan cukup tinggi karena di bagian Sarawak Malaysia telah kejadian, sedangkan kita ini berbatasan langsung,” kata Ketua Tim Karantina Hewan BKHIT Kalimantan Barat, drh Muamar Darda, di Badau perbatasan Indonesia-Malaysia, wilayah Kapuas Hulu Kalimantan Barat, pada Jumat (13/12). Ia menegaskan bahwa pengawasan ketat sangat penting untuk mencegah virus ASF yang sangat berbahaya tersebut menyeberang ke wilayah Indonesia melalui jalur perbatasan yang sibuk.
Muamar menambahkan bahwa petugas gabungan dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau bersama dengan Satgas Pamtas dan berbagai pihak terkait lainnya telah berkoordinasi untuk meningkatkan pengawasan, terutama terhadap pergerakan babi dan produk turunannya. Pengawasan yang ketat ini menjadi langkah utama dalam upaya mencegah virus ASF menular ke wilayah Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia.
Muamar juga menjelaskan bahwa berdasarkan surat pemberitahuan resmi yang dikeluarkan oleh Jabatan Perkhidmatan Veteriner Sarawak Bahagian Samarahan nomor (8) DVD/SMH/600/9/VIL.1, telah dilaporkan kejadian baru penyakit ASF yang terjadi di Mongkos, Distrik Tebedu, Sarawak Malaysia. Kejadian ini menjadi perhatian serius mengingat kedekatan geografis kedua wilayah yang berbatasan langsung, sehingga membuka peluang bagi penyebaran virus ASF.
Untuk diketahui, ASF merupakan penyakit yang menyerang babi yang disebabkan oleh virus non-zoonosis, yang artinya virus ini tidak dapat menular ke manusia. Meskipun demikian, penyakit ini sangat berbahaya bagi babi baik liar maupun ternak karena dapat menyebabkan kematian hingga 100 persen pada babi yang terinfeksi. ASF menyebar dengan sangat cepat dan dapat menyebabkan kerugian besar bagi peternak babi karena tidak ada cara pengobatan yang efektif, dan virus ini sangat mudah menyebar melalui kontak langsung antara babi yang terinfeksi, pakan sisa, serta objek lain seperti pakaian, sepatu, peralatan kandang, dan kendaraan.
Muamar juga mengingatkan bahwa hingga saat ini, belum ditemukan vaksin yang dapat melindungi babi dari ASF. Penyebaran virus yang sangat cepat, ditambah dengan banyaknya faktor penularan seperti babi yang tidak menunjukkan gejala klinis tetapi tetap dapat membawa virus, menjadi tantangan besar dalam penanggulangan ASF. “Babi tertular yang tidak menunjukkan gejala klinis ASF juga menjadi agen pembawa, sehingga apabila terjadi kasus di satu kandang, maka babi di kelompok tersebut harus segera dipisahkan untuk mencegah penularan ke kelompok lainnya,” jelas Muamar.
Sebagai upaya pencegahan, Muamar mengimbau agar masyarakat, khususnya yang berada di wilayah perbatasan, tidak membawa atau melakukan kontak dengan babi dan produknya, baik keluar dari Indonesia maupun ke dalam Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir potensi penyebaran virus ASF yang dapat membawa dampak buruk bagi sektor peternakan babi di wilayah perbatasan.
“Dengan dampak negatif yang cukup besar, akan sangat merugikan masyarakat perbatasan baik dari segi ekonomi maupun kesehatan ternak warga perbatasan. Mari kita waspada dan cegah ASF, dimulai dari kita, oleh kita dan untuk kita semua,” ujar Muamar. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya dalam mencegah masuknya ASF ke wilayah Indonesia.
Keberhasilan dalam mencegah penyebaran ASF di perbatasan sangat bergantung pada kesadaran dan kerjasama semua pihak. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat di perbatasan menjadi salah satu langkah strategis yang diambil oleh BKHIT Kalimantan Barat dalam menjaga kesehatan hewan ternak di wilayah tersebut. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai cara pencegahan penyebaran ASF juga menjadi bagian dari upaya yang harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa virus tersebut tidak masuk dan menyebar ke wilayah Indonesia.