Kabarkalimantan.id — Basri Rase, Wali Kota Bontang, langsung turun meninjau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bontang Lestari pada Minggu (24/11) siang, setelah menyelesaikan masa cutinya untuk Pilkada Bontang 2024. Didampingi oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang, Heru Triatmojo, Basri Rase memantau operasional alat pengolahan sampah plastik terbaru yang diharapkan menjadi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan limbah di kota tersebut.
Teknologi baru ini mampu melebur sampah pada suhu tinggi, yaitu 1.000 derajat Celsius, tanpa menggunakan bahan bakar tambahan. Selain efisien, alat ini juga menghasilkan abu dalam jumlah yang sangat kecil, menunjukkan tingkat pengolahan yang hampir sempurna. Basri Rase menjelaskan hasil uji coba awal alat ini, yang dilakukan pada sampah plastik dari lima truk. “Kemarin, kami uji coba lima truk sampah plastik. Hasilnya, abunya tidak sampai satu kilogram. Sampah yang dulu dianggap tidak berguna, kini bisa menjadi sumber daya yang menggerakkan ekonomi,” ujar Basri.
Limbah plastik yang sebelumnya hanya menjadi beban kini mulai diolah menjadi produk bernilai jual, salah satunya adalah batako. Produk ini tidak hanya memberikan manfaat dalam mengurangi volume sampah, tetapi juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Basri Rase mengungkapkan bahwa perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah ini selaras dengan visi Kota Bontang, yaitu mengarahkan pengelolaan limbah menjadi peluang ekonomi baru sekaligus solusi untuk masalah lingkungan.
“Sampah plastik yang tidak memiliki nilai, kini bisa diolah menjadi batako yang bermanfaat dan bernilai ekonomi,” tambahnya. Hal ini menunjukkan langkah nyata Pemkot Bontang dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular, di mana limbah diubah menjadi sesuatu yang dapat digunakan kembali atau menghasilkan keuntungan.
Selain penggunaan alat pemusnah sampah, Pemkot Bontang juga telah memanfaatkan metode pencacahan dan pengepresan plastik untuk dijual kembali. Pendekatan ini menjadi bagian dari strategi ekonomi hijau kota, yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah sebagai sumber daya energi baru terbarukan (EBT). Salah satu bentuk konkret lainnya adalah pengelolaan gas metana dari sampah organik di TPA, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang, kota ini menghasilkan 106 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 75 ton di antaranya masuk ke TPA. Namun, dengan adanya upaya pengelolaan sampah yang lebih modern, seperti penerapan teknologi baru dan pengoperasian TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), beban sampah yang sampai ke TPA berhasil dikurangi hingga 31 ton per hari. Dengan alat pemusnah sampah terbaru yang memiliki kapasitas pengolahan 10 ton per hari, Basri optimistis bahwa volume sampah yang terbuang dapat terus ditekan, sambil menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomi.
“Sampah bukan hanya soal kebersihan, tapi tanggung jawab bersama. Ini adalah langkah besar agar sampah menjadi berkah, bukan beban,” tegas Basri Rase. Ia menambahkan bahwa keberhasilan pengelolaan sampah tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, Pemkot Bontang terus berupaya meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilah sampah sejak dari rumah.
Selain menjadi solusi lokal, inovasi pengolahan sampah di Bontang juga memiliki potensi untuk dijadikan model nasional. Basri menyampaikan bahwa dengan menerapkan teknologi modern, pendekatan ekonomi hijau, dan komitmen seluruh elemen masyarakat, masalah sampah yang selama ini dianggap sulit ditangani dapat berubah menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan. Kota Bontang pun diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola sampah secara efektif dan efisien.
Tidak hanya fokus pada pengolahan sampah plastik, Basri juga menyoroti pentingnya pengelolaan limbah organik. Gas metana yang dihasilkan dari sampah organik di TPA memiliki potensi besar sebagai sumber energi alternatif. Langkah ini tidak hanya mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan, tetapi juga memberikan kontribusi pada pengembangan energi baru terbarukan di Bontang.
Melalui berbagai inovasi tersebut, Pemkot Bontang berharap dapat menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan berbasis ekonomi. Keberhasilan program ini, menurut Basri, membutuhkan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Peran aktif masyarakat dalam memilah sampah di tingkat rumah tangga, serta dukungan dari sektor swasta dalam mengembangkan produk-produk berbasis limbah, menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi ini.