Wali Kota Tarakan Dorong Kerja Bakti Rutin untuk Cegah Penyakit dan Banjir

Ilustrasi - Banjir

KabarKalimantan.id — Gerakan kerja bakti di lingkungan permukiman perlu digiatkan kembali sebagai langkah strategis mencegah penyakit menular sekaligus mengatasi banjir. Aktivitas kolektif ini dinilai efektif tidak hanya dalam memberantas sumber penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk, maupun leptospirosis yang menyebar melalui air seni tikus, tetapi juga dalam menjaga kelancaran drainase dari tumpukan sampah.

“Leptospirosis ini erat kaitannya dengan banjir. Ketika banjir datang, bakteri ikut terbawa dan menggenang. Tapi bila masyarakat menjaga kebersihan dengan baik, risiko penyebaran bisa ditekan. Rumah harus bebas dari tikus dan sarangnya dibersihkan. Kita bisa pelihara kucing, pasang jebakan, atau langkah lain yang efektif,” ujar Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, Selasa (6/5/2025).

Ia menekankan bahwa kerja bakti semestinya menjadi kegiatan rutin yang terjadwal, minimal sekali dalam sebulan jika dua kali sebulan belum memungkinkan. Manfaatnya bukan hanya dalam hal pencegahan penyakit, melainkan juga dalam pengurangan risiko banjir yang kerap melanda sejumlah titik di Kota Tarakan.

“Kerja bakti bukan cuma soal estetika. Ini menyangkut higienitas, kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Banyak penyakit menular bisa kita cegah mata rantainya dengan menjaga kebersihan. Sampah yang menumpuk bisa jadi sumber DBD dan leptospirosis, dan itu semua bisa dikurangi lewat kerja bakti,” jelas Khairul.

Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan kerja bakti yang konsisten dan menyeluruh di berbagai lingkungan dapat membantu mengurangi debit banjir, khususnya saat curah hujan tinggi. Pembersihan drainase dari sampah dan endapan lumpur menjadi kunci agar saluran air tidak tersumbat atau mengalami pendangkalan.

“Kalau kerja bakti dilaksanakan dengan baik, selokan dibersihkan, endapan diangkat, maka potensi banjir bisa ditekan. Penyebab utama banjir di Tarakan itu karena saluran air yang menyempit dan dangkal. Dan tentu, faktor utamanya tetap air. Kalau tidak ada air, tidak ada banjir. Tapi kita harus mengelola air dan lingkungan dengan bijak,” pungkasnya.